Republik, Kebebasan dan Kemerdekaan
Oleh Iqra Anugrah*
Beberapa hari lagi menjelang ibadah di bulan suci Ramadhan sekaligus peringatan kemerdekaan Indonesia, bangsa kita kembali diguncang berbagai macam peristiwa yang menyerang sendi-sendi kehidupan berbangsa. Aksi-aksi kekerasan yang dilakukan oleh ormas-ormas berbaju agama seperti Front Pembela Islam (FPI) maupun hiruk-pikuk permainan politik dan modal yang tecermin dalam usulan pencalonan Tommy Suharto sebagai calon presiden pemilu 2014 merupakan suatu bukti nyata bahwa prinsip-prinsip kehidupan berbangsa dan bernegara kita sangat rentan dengan penyakit-penyakit fundamentalisme dan radikalisme keagamaan, terorisme dan ancaman keamanan lainnya, serta oligarki dan korupsi politik dan ekonomi.
Dalam kaitannya dengan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI yang ke-65, mari kita renungkan sejenak realita yang terjadi di hadapan kita dengan visi kemerdekaan yang dicita-citakan oleh the founding fathers. Setelah lebih dari 10 tahun proses reformasi dilakukan, adalah suatu hal yang sangat memalukan bahwasanya kita seringkali menganggap kemerdekaan sebagai sesuatu yang statis dan kosong, taken for granted, bukannya mengisi dan berperan aktif dalam memaknai arti kemerdekaan. Akibatnya, kemerdekaan hanyalah sekedar menjadi slogan, yang dalam sejarah kita seringkali dibajak demi syahwat politik dan ekonomi jangka pendek, baik demi “revolusi”, “pembangunan”, maupun dalam nama “agama”.
Sehingga, ada dua pertanyaan yang perlu dijawab mengenai kemerdekaan dan kemandekan perkembangan masyarakat kita yang tercermin dalam berbagai kejadian-kejadian yang merapuhkan landasan republik: apa arti sebenarnya dari kemerdekaan dan sudahkah kita mencapai cita-cita kemerdekaan?
Kemerdekaan, dalam pandangan penulis, dapat diartikan dalam dua konsep yang mudah dan seringkali disalahartikan dalam diskursus politik kita: kebebasan dan republikanisme, yang mencakup berbagai segi kehidupan berbangsa dan bernegara secara komprehensif.
Pertama, kebebasan pada hakikatnya adalah esensi dari perjuangan kemerdekaan Indonesia untuk terbebas dari tekanan dan dominasi luar kolonialisme, untuk menjadi tuan di negeri sendiri. Kebebasan ini juga bersifat universal dan unik di tiap zaman dan kondisi serta merupakan tema yang utama dari sejarah panjang umat manusia mencari arti hidupnya, seperti dapat kita lihat di zaman keemasan atau The Golden Age peradaban Arab-Islam yang menjamin kebebasan berekspresi dan berpikir sehingga memungkinkan transfer ilmu dan pengetahuan filsafat Yunani ke peradaban Barat yang sedang dalam masa kegelapan, ataupun lahirnya konsep kebebasan kewargaan di Barat yang diperjuangkan oleh kaum pedagang dan intelektual, artes liberales, melawan feodalisme dan struktur sosial-politik dan ekonomi yang mengekang manusia.
Kedua, dalam konteks keIndonesiaan, kebebasan menjadi penting karena Indonesia tidak hanya membutuhkan kebebasan positif (freedom to) namun juga kebebasan negative (freedom for) yang menjamin warga negara untuk mengembangkan potensi dan kemanusiaanya dalam struktur politik yang menjamin hak-hak sipilnya, yang merupakan gagasan utama dari republikanisme, yaitu menjamin hak-hak warga dalam bingkai supremasi hukum atau rule of law, bebas dari tekanan konservatisme dan dominasi dari berbagai bentuk institusi-baik dari negara, modal, maupun agama.
Berangkat dari ide-ide ini, apa yang terjadi sekarang merupakan refleksi bahwa kita belum mencapai cita-cita kemerdekaan. Kemerdekaan membutuhkan kebebasan dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya, yang dijaga dalam kerangka hukum. Kemerdekaan juga mensyaratkan kesadaran bahwa Indonesia adalah rumah bagi semua, tempat di mana keragaman dan perbedaan dalam suku, agama dan kelas sosial ditanggapi dengan toleransi dalam bentuk semangat keterbukaan dan dialog.
Melihat fenomena yang terjadi sekarang ini, pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah sanggupkah kita mewujudkan cita-cita kemerdekaan dalam bingkai kebebasan dan republikanisme?
Tiga Kebebasan
Untuk menjawab tantangan kemerdekaan dan memperkuat demokrasi di Indonesia, diperlukan tiga bentuk kebebasan dari berbagai bentuk dominasi yang menjalar di Indonesia.
Yang pertama adalah kebebasan pikiran, kebebasan dari ketertutupan dan fundamentalisme, yang akan mengakibatkan sikap inward-looking dan kejumudan berpikir yang akhirnya akan mempersempit pola pikir menjadi “kita vs mereka” yang tentunya tidak sehat bagi kehidupan dalam republik kita.
Kebebasan yang kedua adalah kebebasan dari dominasi modal dan institutionalisasi nafsu-nafsu materialistik demi kekuasaan politik maupun ekonomi jangka pendek. Pada tataran sosio-kultural, dominasi modal akan membuat manusia mudah tergelincir kepada fundamentalisme demi “jalan singkat” penyelesaian masalah hidup, sedangkan pada tatanan politik dan legal, dominasi modal akan melahirkan kekuasaan yang koruptif yang tidak transparan dan eksploitatif. Keduanya berujung kepada warga negara yang tidak terbebaskan, suatu kondisi yang akan mengurangi kebebasan mereka sebagai manusia dan kontribusi mereka terhadap republik.
Adapun kebebasan yang ketiga adalah kebebasan dari dominas politik dan ketakutan. Tersedianya ruang bagi aktivitias politik yang deliberatif dan demokratis adalah suatu keharusan bagi sebuah entitas politik yang menamakan dirinya sebagai republik. Kebebasan politik dan penegakan hukum adalah wadah dimana warga negara dapat melakukan haknya, bebas dari tekanan dan ketakutan yang menghalangi warga untuk bertindak.
Dalam tataran kebijakan, tiga kebebasan ini dapat dimanifestasikan dalam “resep” yang cukup mudah, yaitu menanamkan dan mengembangkan “keyakinan publik” atau civic religion terhadap demokrasi dan institusi pendukungnya, supremasi hukum, toleransi dan pluralisme. Perananan kaum intelektual juga menjadi penting, sebagai katalisator untuk transfer nilai-nilai kebebasan dan republikanisme terhadap masyarakat serta “penjaga rel” dan pengawas pemerintah. Menghadapi ancaman dalam berbagai bentuk, baik itu fundamentalisme keagamaan maupun oligarki politik-ekonomi, Indonesia akan tetap merdeka dan tidak perlu gamang selama ia berpegang teguh pada prinsip kebebasan dan republikanisme.
*Iqra Anugrah adalah Mahasiswa di College of Asia Pacific Studies, Ritsumeikan Asia Pacific University, Jepang. Ia aktif dalam berbagai gerakan pelajar dan civil society.
http://epaper.korantempo.com/KT/KT/2010/08/14/INDEX.SHTML
http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2010/08/14/Opini/krn.20100814.209088.id.html