May 10, 2014 Commencement and Awards Ceremony

http://polisci.niu.edu/polisci/announcements/studentnews/2014%20Commencement.shtml

The Department of Political Science celebrated it’s annual spring commencement and awards ceremony on Saturday, May 10th, at Boutell Memorial Concert Hall.  Almost 450 family members and friends came to cheer on the students as they were recognized for their academic achievements.

Iqra Anugrah – Dr. Russell W. Smith Memorial Scholarship for travel to Southeast Asia to complete field work as part of a faculty approved research project.

Click to access Summer%202014.pdf

Iqra Anugrah was the recipient of the Russell W. Smith Award, and he and John Grove received the Morton Frisch travel award.

UBL Motivasi Studi melalui Teleconference

UBL Motivasi Studi melalui Teleconference

RADAR LAMPUNG –  KAMIS, 14 MARET 2013  # POSTED BY: AYEP KANCEE

http://www.radarlampung.co.id/read/pendidikan/57415-ubl-motivasi-studi-melalui-teleconference

BANDARLAMPUNG – Universitas Bandar Lampung (UBL) menyelenggarakan teleconference tentang pengalaman studi program master (S2) dan doktor (S3) di luar negeri bagi dosen dan mahasiswanya kemarin sore (13/3). Hal ini bertujuan memperluas wawasan mereka terkait beasiswa studi di luar negeri.

Rektor UBL Dr. Ir. M. Yusuf Sulfarano Barusman, M.B.A. menuturkan, kegiatan ini bertujuan memotivasi dosen dan mahasiswa untuk terus melanjutkan studinya hingga tingkat yang paling tinggi di dalam maupun luar negeri. Itu sejalan dengan diwajibkannya peningkatan jenjang pendidikan di setiap profesi/pekerjaan saat ini.

’’Pendidikan tinggi sangat penting demi meningkatkan kualitas diri. Namun, banyak kendala yang ditemui dalam proses itu, salah satunya biaya, khususnya bagi mereka yang ingin melanjutkan studi ke luar negeri. Untuk itu, UBL menyelenggarakan teleconference untuk berbagi informasi dan pengalaman buat mendapatkan beasiswa sebagai solusi atas kendala biaya tersebut,” papar Yusuf.

Wakil Rektor 1 UBL Prof. Dr. Khomsahrial Romli, M.Si. menambahkan dalam teleconference ini, mereka mengundang mahasiswa dari Indonesia yang sedang menempuh studi di luar negeri dengan beasiswa. Di antaranya Achmad Adhitya dari Royal Netherland Institute of Sea Research, Belanda; Purba Purnama dari Korean Advance Institute of Science and Technology, Korea; serta Iqra Anugrah dari Northem Illinois University, Amerika Serikat.

Ketiga narasumber dalam teleconference ini memberikan banyak informasi terkait beasiswa studi ke luar negeri. Di antaranya beasiswa formal yang berasal dari pemerintah, universitas, maupun pengusaha. Serta beasiswa nonformal yang didapatkan melalui kerja sama dengan profesor di perguruan tinggi mahasiswa yang bersangkutan. Yakni dengan menjadi asisten profesor tersebut dalam melakukan penelitian-penelitian.

Sementara itu, Fritz Akhmad Nuzir, S.T., M.A. (LA), salah satu dosen UBL yang telah memperoleh beasiswa dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) untuk melanjutkan studi ke Jepang akhir Maret mendatang mengungkapkan, sebagai kalangan akademisi, seharusnya tidak cepat puas dengan pendidikan yang telah diraih saat ini.

’’Hal yang sangat penting untuk meraih pendidikan tinggi adalah motivasi dari diri sendiri maupun orang lain yang lebih berpengalaman. Melalui teleconference diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran akan pentingnya peningkatan studi atau jenjang pendidikan setinggi-tingginya,” ujar Fritz. (rud/p3/c1/ade)

 

UBL Sharing Beasiswa Studi di Luar Negeri Melalui Teleconference

UBL Sharing Beasiswa Studi di Luar Negeri Melalui Teleconference
Universitas Bandar Lampung (UBL) menyelenggarakan Tele Conference tentang Pengalaman Studi Lanjut Program Master (S-2) dan Program Doctor (S-3) di Luar Negeri bagi seluruh Civitas Akademika UBL khususnya Dosen dan Mahasiswa yang bertujuan untuk memperluas wawasan baik dosen maupun mahasiswa terkait Beasiswa Studi di luar negeri pada Rabu sore (13/3), kemarin.

 

Rektor UBL, Dr. Ir. M. Yusuf Sulfarano Barusman, M.B.A., menuturkan bahwa dengan diwajibkannya peningkatan jenjang pendidikan di setiap profesi/ pekerjaan saat ini, menuntut setiap orang untuk terus meningkatkan jenjang pendidikannya. Untuk itu, kegiatan ini bertujuan untuk memotivasi seluruh Civitas Akademika UBL khususnya Dosen dan Mahasiswa untuk terus melanjutkan studinya hingga tingkat yang setinggi-tingginya baik di dalam maupun di luar negeri.

“Pendidikan tinggi sangat penting demi meningkatkan kualitas diri, namun banyak kendala yang ditemui dalam proses meningkatkan jenjang pendidikan. Salah satunya yakni kendala biaya khususnya bagi mereka yang ingin melanjutkan studi ke luar negeri. Untuk itu, UBL menyelenggarakan Tele Conference ini untuk berbagi informasi dan pengalaman untuk mendapatkan beasiswa sebagai solusi atas kendala biaya tersebut,” papar Rektor UBL.

Senada, Wakil Rektor 1 UBL Bidang Akademik, Prof. Dr. Khomsahrial Romli, M.Si., juga mengungkapkan bahwa kegiatan ini diselenggarakan sebagai upaya untuk berbagai informasi dan pengalaman mengenai studi di luar negeri dengan beasiswa.

“Dalam Tele Conference ini kami mengundang mahasiswa yang berasl dari Indonesia yang sedang menempuh studi di luar negeri dengan beasiswa diantaranya Achmad Adhitya dari Royal Netherland Institute of Sea Research, Belanda, Purba Purnama dari Korean Advance Institute of Science and Technology, Korea, dan Iqra Anugrah dari Northem Illinois University, Amerika Serikat,” ujar Wakil Rektor 1 UBL.

Ketiga narasumber dalam Tele Conference ini memberikan banyak informasi terkait beasiswa studi ke luar negeri yakni beasiswa yang tersedia untuk melanjutkan studi di luar negeri diantaranya beasiswa formal yakni beasiswa yang berasal dari Pemerintah, Universitas maupun Pengusaha dan beasiswa non-formal yakni beasiswa yang didapatkan melalui kerjasama dengan Professor di Perguruan Tinggi Mahasiswa yang bersangkutan yaitu dengan  menjadi asisten professor tersebut dalam melakukan penelitian-penelitian.

Sementara itu, Fritz Akhmad Nuzir, S.T., MA (LA), salah satu Dosen UBL yang telah memperoleh beasiswa dari Pemerintah yakni Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) untuk melanjutkan studi ke Jepang pada akhir bulan Maret mendatang mengungkapkan sebagai kalangan akademisi, seharusnya tidak cepat puas dengan pendidikan yang telah diraih saat ini karena dengan pendidikan yang tinggi tentu akan meningkatkan kualitas diri.

“Hal yang sangat penting untuk meraih pendidikan tinggi adalah motivasi dari diri sendiri maupun dari orang lain yang lebih berpengalaman. Melalui Tele Conference diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran akan pentingnya peningkatan studi atau jenjang pendidikan setinggi-tingginya,” ujar Fritz

Sumber: http://ubl.ac.id/news-a-article/1440-ubl-sharing-beasiswa-studi-di-luar-negeri-melalui-teleconference.html

Kata Pengantar – IndoProgress III Januari 2013

Indoprogress-3-Januari-2013_cover

Kata Pengantar

Muhammad Ridha dan Iqra Anugrah

‘KRISIS’ bukanlah termin yang asing dalam pengalaman khalayak di Indonesia. Pada tahun 1997, krisis ekonomi menghantam fondasi kemasyarakatan Indonesia. Hantaman tersebut memporakporandakan hampir seluruh dimensi kemasyarakatan. Tidak heran jika kemudian krisis ekonomi berimplikasi secara logis pada terjadinya bentuk-bentuk krisis yang lain, seperti krisis budaya, sosial bahkan politik.

Krisis ekonomi 1997 memberikan pemahaman kepada rakyat Indonesia bahwa rezim ekonomi politik otoriter Orde Baru Soeharto yang saat masih berkuasa, tidak bisa lagi dipertahankan. Rezim orba saat itu dinilai telah menjerumuskan mayoritas rakyat ke dalam jurang deprivasi dan kehancuran. Tidak heran jika kemudian momen krisis menjadi titik berangkat yang tidak dapat didatangi kembali bagi sejarah Indonesia, sehingga rakyat Indonesia bangkit melawan untuk menumbangkan rezim kekuasaan yang menyokong sistem ekonomi yang menghasilkan krisis. Pada tahap inilah massa rakyat terlibat aktif dalam panggung sejarah negeri ini.

Pada masa kekinian kita, krisis kembali masuk dalam perbincangan umum khalayak di Indonesia. Bedanya, krisis saat ini terjadi langsung di jantung kapitalisme itu sendiri, yakni Amerika Serikat. Ditandai dengan bangkrutnya Bank Investasi terbesar keempat di AS, Lehman’s Brother, karena gagal bayar kredit perumahan sekunder, ekonomi Amerika Serikat dihantam oleh krisis ekonomi yang serius. Imbas dari krisis ekonomi yang terjadi di AS segera merambat ke negara-negara lain. Yunani, Portugal, Spanyol dan Italia adalah negara-negara di kawasan Eropa yang mengalami dampak langsung dari krisis ekonomi di AS, yang membuat mereka kemudian harus terjerembab dalam krisis surat utang negara (sovereign debt)

Respon kelas kapitalis terhadap situasi krisis tersebut sesungguhnya sangat jelas: selamatkan kapitalisme dari para kapitalis, dan selamatkan para kapitalis dari kemarahan publik! Berbagai paket stimulus, stabilisasi kebijakan makroekonomi, pemangkasan anggaran-anggaran sosial dan bailout diberikan atas nama ‘penyelamatan’ ekonomi , sembari menyalahkan persoalan kepada para bankir dan pengusaha besar yang dianggap tidak bermoral – yang kemudian juga bebas melenggang kangkung dikala banyak warga dunia mengalami kesulitan menghadapi krisis. Di beberapa kesempatan, para kapitalis bahkan tidak segan-segan untuk berkoalisi dengan negara (baca: kuasa) dan bahkan menggunakan kekerasan untuk memadamkan gerakan massayang melawan kapitalisme, sebagaimana dapat dilihat pada kekerasan polisi terhadap para demonstran gerakan Occupy di beberapa tempat di AS.

Melihat situasi krisis ini, maka semakin benar adanya bahwa there’s nothing new under the sun, tidak ada yang baru d ibawah matahari, begitu setidaknya ungkapan Yunani Kuno mengenai kehidupan di dunia ini. Ungkapan ini sebenarnya hendak mengatakan kepada kita bahwa tidak pernah ada fenomena yang benar-benar baru dan unik sama sekali dalam pengalaman peradaban kemanusiaan. Fenomena yang tengah terjadi sekarang ini pada dasarnya memiliki fitur-fitur yang mirip dan identik dengan fenomena yang pernah terjadi sebelumnya di masa lampau. Dengan kata lain, fenomena sekarang tidak lebih sebagai repetisi dari apa yang pernah terjadi sebelumnya, dengan konteks ruang dan waktu yang berbeda.

Dalam kacamata seperti inilah kita harus melihat krisis kapitalisme. Krisis kapitalisme, sebagaimana yang telah kita alami sekarang ini, pada dasarnya bukan sesuatu yang baru. Semenjak awal masa kelahirannya sampai dengan masa kontemporer sekarang, kapitalisme selalu dan pasti dirundung krisis. Kontradiksi internal yang menjadi motor bagi gerak serta dinamika kapitalisme, merupakan akar penyebab dari krisis kapitalisme itu sendiri: dorongan tak terbatas untuk selalu melakukan maksimalisasi keuntungan. Tidak heran jika kemudian perkembangan kapitalisme selalu berkait-kelindan dengan potensi kehancurannya sendiri.

Namun secara epistemologis, posisi ini bukan berarti tanpa masalah. Ungkapan ini menjadi pembenaran pandangan bahwa dunia yang tengah kita hidupi sekarang ini sudah seperti ini adanya, tidak ada lagi yang dapat kita lakukan dan karena itu harus menerimanya. Untuk itu, setiap upaya dalam melakukan perubahan tidak akan pernah dapat menciptakan perubahan sama sekali, karena hal tersebut hanya akan mengulang sekaligus meneguhkan kondisi kekinian yang identik dengan kondisi di masa lampau. Dengan kata lain, ungkapan ini dapat menjebak kita untuk larut dalam status quo tanpa bisa keluar dari koordinat yang sudah ada.

Satu-satunya cara untuk mengatasi kebuntuan ini adalah dengan melihat secara dialektis antara apa yang lama dengan yang baru. Bahwa apa yang baru merupakan ledakan imanen dalam yang lama. Bahwa yang baru hanya dimungkinkan ketika kita mengakui secara total bahwa yang lama selalu adalah situasi yang kita hadapi. Dalam hal ini kita bisa belajar banyak dari Theodore Adorno dalam bukunya Three Studies on Hegel. Adorno menolak pola pendekatan yang berupa pertanyaan yang bercirikan patronase, ’Apa yang masih tetap hidup dan apa yang telah mati dari Hegel?’ Menurut Adorno, pertanyaan seperti ini mengandaikan sebuah posisi seorang hakim yang dapat secara bijak mejawab, ’ya, mungkin ini masih tetap aktual sekarang…’ Namun Adorno menyatakan, ketika kita berhubungan dengan seorang pemikir besar, pertanyaan yang harus diajukan bukanlah bagaimana pemikir ini dapat mengatakan tentang kondisi kita, akan tetapi seharusnya yang berkebalikan dengan itu, bagaimana kesulitan-kesulitan kontemporer kita dalam kaca mata pemikir tersebut. Bagaimana epos kita (baca: baru) muncul dalam pemikiran dia (baca: lama).

Implikasi dari posisi epistemologis Adornoian terhadap pemahaman krisis kapitalisme-neoliberal sekarang ini adalah pentingnya untuk tidak terjebak dalam termin-termin baru mengenai krisis itu sendiri, seperti krisis (sekarang adalah murni) finansial, moneter, surat utang, dan lain-lain. Alih-alih, termin-termin tersebut harus ditempatkan secara struktural dalam penjelasan mengenai krisis kapitalisme itu sendiri. Posisi epistemologis ini penting dikarenakan sasaran utama dari penjelasan situasi apapun selalu harus mengarahkan pisau analisanya pada akar masalahnya itu sendiri, untuk kemudian mentransformasi akar masalah tersebut menjadi kesempatan bagi emansipasi kemanusiaan.

Terkait dengan hal tersebut, Kapitalisme-neoliberal yang digadang-gadang sebagai ‘akhir sejarah’ harus mengalami ‘masalah lama’ yang selalu merupakan bagian dari dinamika kapitalisme itu sendiri. Kondisi seperti ini tentu saja adalah situasi yang sangat menarik. Pertanyaan-pertanyaan serta keberatan-keberatan yang muncul terhadap doktrin resmi kapitalisme-neoliberal mengenai bagaimana cara mengorganisasikan masyarakat adalah situasi kontestasi ideologi yang sangat penting, khususnya sebagai upaya untuk keluar dari upaya untuk mempertahankan kondisi yang ada (status quo).

Mengatasi dan menjawab permasalahan dari kapitalisme-neoliberal dan memberikan jawaban alternatif terhadap sistem tersebut memang tidak mudah. ‘Adalah lebih mudah untuk bersimpati terhadap kesengsaraan manusia daripada kepada pemikiran’, demikian kata Oscar Wilde dalam bukunya The Soul of Man under Socialism, yang juga dikutip oleh Slavoj Zizek. Merasa ‘kasihan’ terhadap rakyat yang dihantam krisis dan mencoba meringankan beban mereka dengan sumbangan, dana bantuan langsung tunai, dan kebijakan-kebijakan ‘Keynesian’ adalah lebih mudah, dibanding berpikir mengenai sistem alternatif apa, bagaimana bentuknya, dan pengorganisasian masyarakat macam apa yang diperlukan untuk mewujudkan jawaban alternatif. Oleh karena itu, usaha untuk terus berpikir, berorganisasi, dan berlawan terhadap kapitalisme, terutama dalam varian neoliberalnya justru menjadi sebuah keniscayaan dan kebutuhan bagi masyarakat kita.

Dinamika itulah, yang akan dikupas secara mendalam dalam Jurnal IndoPROGRESS edisi kali ini. Edisi ini akan membahas neoliberalisme kurang lebih dalam empat aspek, yaitu tentang apa itu neoliberalisme, krisis neoliberalisme, gerakan massa menentang neoliberalisme, dan liputan tanggapan berbagai tokoh terkemuka tentang neoliberalisme. Beberapa rubrik lainnya juga tidak kalah menarik, seperti rubrik Sosok, yang akan membahas tokoh-tokoh terkemuka dalam sejarah gerakan kaum progresif, Liputan Khusus, yang akan memberikan reportase mendalam mengenai krisis neoliberalisme di sejumlah tempat, Resensi Buku, yang akan membahas buku-buku progresif terbaru, dan rubrik Gagasan, yang merupakan kajian akademik sejumlah persoalan berkaitan dengan neoliberalisme secara mendalam.

Untuk menutup, kami ingin berpesan bahwa membaca, menulis, dan mengkaji tentang neoliberalisme hanyalah satu langkah kecil. Pada akhirnya, pengetahuan kita akan krisis dan kapitalisme bukan hanya bermanfaat untuk menambah wawasan kita, namun juga untuk menginspirasi perlawanan dan menjadi pedoman dalam bertindak. Dalam semangat itulah, kami menyajikan edisi Jurnal IndoPROGRESS kali ini.

Selamat Membaca dan Salam. ¶

Untuk pemesanan hubungi: resistbook[at]gmail.com

http://indoprogress.com/indoprogress-iii-januari-2013/

Kata Pengantar untuk IP Versi Cetak, Januari 2012

Sumber: http://indoprogress.com/ip2januari2012/

Dari Redaksi

Dengan gembira, kami kembali hadir menyapa Anda, pembaca yang terhormat. Dengan terbitnya edisi II IndoPROGRESS versi cetak ini, kami membuktikan sanggup melewati ‘kutukan’ penyair kondang Chairil – si binatang jalang – Anwar, ‘setelah berarti sesudah itu mati.’

Dalam edisi kali ini, kami mengangkat tema utama ‘Merayakan Perdebatan.’ Seluruh artikel yang terhimpun dalam tema utama ini, telah muncul dalam IndoPROGRESS versi online. Dengan memunculkan tema Perdebatan ini, kami ingin merangsang bangkitnya kembali tradisi perdebatan ilmiah yang pernah menjadi bagian penting dalam sejarah perkembangan pergerakan dan intelektual di negeri ini.

Kemudian, mulai edisi ini kami mulai menggabungkan antara artikel opini yang bersifat advokasi, dengan artikel yang ditulis dengan lebih mendalam dan sistematis sesuai standar akademik, yang dimuat dalam rubrik Gagasan. Melalui kombinasi ini, kami berharap IndoPROGRESS menjadi jurnal yang bisa memfasilitasi kebutuhan pergerakan sekaligus wadah refleksi dan pengembangan pemikiran kiri yang berwibawa.

Selebihnya, seperti pada edisi perdana, tersedia rubrik Sosok, Liputan Khusus, dan Resensi Buku, tetap dipertahankan.

Oh ya,  kabar gembira lainnya, kalau Anda tengok jajaran redaksi IndoPROGRESS, kini telah bergabung Anto Sangaji, Airlangga Pribadi, Fahmi Panimbang, Iqra Anugrah, dan Martin Suryajaya. Anto kini sedang dalam tahap penulisan disertasi doktoral di York University, Kanada; sementara Airlangga adalah mahasiswa doktoral di Murdoch University, Australia; Fahmi Panimbang adalah direktur riset di Asia Resource Monitoring Center (ARMC), yang berbasis di Hongkong. Adapun Iqra Anugrah adalah mahasiwa tingkat master di Ohio University, Amerika Serikat, sedangkan Martin Suryajaya adalah mahasiwa tingkat master di Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, Jakarta. Kami berharap, dengan komposisi jajaran editorial seperti ini, maka IndoPROGRESS bisa terus hadir secara reguler dan makin berkualitas. Tujuannya, tidak lain untuk membantu pembangunan gerakan progresif di Indonesia.

Pada akhirnya, kami mengucapkan terima kasih banyak kepada para penulis edisi kali ini.

Selamat membaca.¶

Political Parties and Religious Local Ordinances in Post-Suharto Indonesia (MSc Thesis, Ritsumeikan APU, Japan)

Abstract
The study examines the rise of religious local ordinances in Post-Suharto era and its relationship with electoral and political party reforms in Indonesia. It will focus on the dynamics of political parties in influencing the implementation of religious localordinances and its impact on current political landscape and development. Furthermore, it will examine the reasons behind the support for religious local ordinances and what factors contribute to the rise of religious local ordinances.

Previous researches that showed bias between elite and public opinion as well as different opinions between central and local leadership of political parties in the issue of religious local ordinances will be used as the theoretical framework. The ultimate aim of this study is to find out why political parties, regardless of their different ideological profiles, support the implementation of religious local ordinances in Post-Suharto Indonesia.

Findings of the study show that changes in local politics, particularly the introduction of direct elections for local leaders, are the main reasons that trigger political parties to support the ordinances. Religious sentiments, capital accumulation and power formation are other important socio-political factors in the politics of religious local ordinances.

The implementation of religious local ordinances ensures the flow of capital and power for the benefit of political parties and local politicians through the use of religious sentiments and symbols in politics. Based on these narratives, it can be safely concluded that the support of political parties for the implementation of religious local ordinances is mainly driven by populist response to get more votes in the midst of fierce local political competition.

More details can be found in http://r-cube.ritsumei.ac.jp/bitstream/10367/3638/1/51110606.pdf

Previously this research was also presented at the 11th East-West Center International Graduate Student Conference on the Asia-Pacific Region at University of Hawaii at Manoa, February, 2012 https://www.eastwestcenter.org/sites/all/modules/filemanager/files/Education_Program/Student_Programs/IGSC/11th_IGSC_Program_Feb_9_2012_300pm.pdf

2011 TOEFL Scholarship Winners’ Voice

2011年受賞者のみなさんの声

2011年受賞者のみなさんに進学先での様子などについてお聞きしました。

アヌグラ イクラさん
アヌグラ イクラさん
米国 オハイオ大学進学
Iqra Anugrah
Ohio University, the United States
Currently I have been working to complete my one-year MA program in Political
Science with a specialization in Comparative Politics at Ohio University, Athens, OH. During my stay here in the US, I have been immersing myself in a variety of activities. I continue participating in student activities and writing for several mass media and online publications, and recently I just attended the 11th Annual International Graduate Student Conference on the Asia-Pacific Region at the University of Hawaii at Manoa, Honolulu, organized by the East-West Center to present my research titled “Political Parties and Religious Local Ordinances in Post-Suharto Indonesia”.

アヌグラ イクラさん授業の様子
【Presenting about “Political Parties and Religious Local Ordinances” at the 11th Annual
International Graduate Student Conference (IGSC) on the Asia Pacific Region organized
by the East-West Center (EWC) at the University of Hawaii at Manoa (UHM),
Honolulu.(Feb 17-18, 2012).】

Getting the conference certificate
【Getting the conference certificate】

– About the Scholarship Program
The 2011 TOEFL Scholarship Program in Japan has been greatly helpful in supporting
my study here in the US. With the help of the scholarship, along with graduate
assistantship from my university and other forms of financial supports from my
department, I have been able to pursue my graduate study without any worries.- Message to people who are planning to study abroad
Studying abroad is always a good experience. What more important is not learning in
the classrooms, but learning from our own experience immersing and exposing
ourselves in someone else’s cultures and societies. At times, it may be difficult to go
overseas to study, but when there is a will, there is always a way (especially if you can
get generous support from sponsors/institutions like TOEFL for instance).

 

Speaker: ‘Yes’ on Issue 2 will do more harm than good

 

 

Taken from: http://thinkprogress.org/wp-content/uploads/2011/10/weareohio.jpg

Speaker: ‘Yes’ on Issue 2 will do more harm than good

Publication Date: September 28, 2011 – 9:49pm
Updated: September 28, 2011 – 10:10pm
News

With the future of unionization resting on the shoulders of Issue 2, about 40 residents and students got a chance to hear how attempts to destroy unionization could potentially destroy the middle class yesterday.

Ron Luce, executive director of the Athens County Historical Society, gave a presentation at Ohio University’s Alden Library discussing the correlation between the history of mine unions in Athens County and the legislation that could splinter modern unions.

“We are headed to a very dangerous place if we don’t stand up to these corporations,” said Luce, in regards to questions about Senate Bill 5’s effects on Ohio unions.

Luce’s presentation largely focused on the unionization of coal miners in Southeast Ohio, which began around 1865, he said, with the conclusion of the Civil War and just 40 years after coal production began in Athens County.

The dirty work faced by the miner “wage slaves” had to be accepted until the growth of these organizations began. Large coal companies forced miners into inhumane conditions that were met with the power of labor unions.

If Issue 2 were to pass in November, Luce made very clear the possibility of this situation reoccurring.

“I learned a lot about the history of politics in the labor movement in this area,” said Iqra Anugrah, a graduate student studying political science. “History’s effects on future legislation will definitely affect us as citizens and students.”

The half-dozen almost-abandoned mining towns throughout the area are all that remains of the coal companies’ legacies, Luce said. Mining corporations today are moving back to the slave-wage mentality, cutting wages and benefits of workers while obtaining growing profits.

“We need to learn from the past about what is going on now,” Luce said.

After listening to Luce’s presentation, Lane Robbins, a graduate student studying journalism, said the “do more with less” mentality of corporate businesses toward unions is an “attack” on workers and their rights.

The anti-collective bargaining aspects of SB 5 will lead to the destruction of unions nationwide, Luce said, and allowing it to remain will keep the big corporations’ costs low at the price of mine workers’ occupations, safety and lives.

Interview with APU Graduate, Iqra Anugrah

Interview with APU graduate, Iqra Anugrah

Interview with APU graduate, Iqra Anugrah

No.23
2011/12/26 Update

We had the pleasure of speaking with GSAM graduate Iqra Anugrah (Fall ’11) from Indonesia about his time at APU and where he hopes his experiences here will lead him.

As many international students would attest, the strong friendships formed with other international and Japanese students and shared memories seem to be predominant themes when former students look back at their time spent on the APU campus. These were some of the first things that Iqra mentioned when we asked him to recount some of the memories that he continues to reflect on and be buoyed by even now that he has left Beppu. He elaborated by saying that, “Any encounter with friends and people from a variety of backgrounds during my time at APU is another thing that I really like from my APU life.”

Iqra went on to say that it was this campus, with a student body from varied backgrounds, which he believes will help him when examining future career options. “Appreciation and understanding of societies in the developing world, probably the most precious thing that I got from my APU experience, will definitely help my future career in the world of academia, intellectualism, activism, and politics.” He also added that he feels that APU “transformed me into a global citizen who really understands what multiculturalism is.”

Upon graduating from APU, Iqra is confronted with the exciting decisions of a recent graduate which could include possibly going on to a PhD program, seeking work with an NGO, or working with the Foreign Service in his home country. His ultimate aims include becoming a university professor and a prominent intellectual in the area of political science while maintaining his devotion to activism and research.

When asked to give a message to current APU students, Iqra responded in the form of a true APU graduate by saying, “Try to see beyond your daily life and classroom experiences. Dare to think using your own wisdom and try new experiences. Try to find a balance – work hard, but play even harder. Eventually you will realize that you’re part of something much bigger than yourself, and it DOES feel good to make a difference in our world.”

Iqra led a very active student life at APU, participated in overseas conferences and was a regular contributor to the APU Times. We wish him all the very best and look forward to his future achievements.

2011 TOEFL® Scholarship Winners from Japan

The 2011 TOEFL® scholarship winners from Japan were honored in a ceremony that took place July 19, 2011 and was attended by ETS Global BV Managing Director Dr. Zoubir Yazid.

Winners

Meet the 2011 TOEFL scholarship winners from Japan. Each one is an excellent student with tremendous potential both inside and outside of the classroom.

Iqra Anugrah
Iqra Anugrah, Oita (US$4,000)

  • Pursuing a masters of arts in political science at Ohio University.
  • Extracurricular activities: Involved in student activism, student journalism, and academic conferences, seminars and symposia. Active in a number of student organizations, including the Indonesian Students’ Association in Japan and its affiliated institutions.
  • Country of study: The United States because Anugrah believes the U.S. has rigorous academic traditions and a sociopolitical environment which encourages students to be socially concerned and put theories into practice.
  • Goal in 5–10 years: Wants to enhance the collegial spirit among social and political scientists in Indonesia and establish theIndonesian Journal of Political Science as one of the most referred journals for social and political science in Indonesia and Southeast Asia. Set up a Non Governmental Organization (NGO) that focuses on grassroots politics and education, to promote citizen participation in the political process.

Link: http://www.ets.org/toefl/scholarships/overview/japan/winners/